perkembangan peserta didik masa sekolah tinggi

LAPORAN
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
MASA SEKOLAH TINGGI

Disusun oleh :
1. Milenia Dwi Windasari (17102241001)
2. Alfika Rizky (17102241003)
3. Irvina Tri (17102241004)
4. Akmalia Windatami (17102244027)




Pendidikan Luar Sekolah
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayahnya yang telah dilimpahkan kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kami sampaikan kepada semua pihak terutama teman-teman yang telah membantu baik moril maupun spirituil sehingga penyusunan makalah ini dapat berjalan dengan lancar dan baik.
Kami yakin makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami mengharapkan saran yang bersifat membangun guna menyempurnakan makalah ini.
Dengan segala kerendahan hati, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam upaya meningkatkan prestasi.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat menjadi amal ibadah kami dalam mengemban amanah Allah SWT dan berguna untuk teman-teman semua.
















BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Studi tentang perkembangan dan pertumbuhan manusia merupakan usaha yang terus berlangsung dan berkembang. Seiring dengan perkembangannya, studi tentang perkembangan dan pertumbuhan manusia telah menjadi sebuah disiplin ilmu dengan tujuan untuk memahami lebih dalam tentang apa dan bagaimana proses perkembangan dan pertumbuhan manusia baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.
Sampai dengan saat ini kajian mengenai perkembangan dan pertumbuhan manusia telah banyak menunjukkan manfaat yang signifikan. Dan salah satu manfaat dari berkembangnya disiplin ilmu tentang perkembangan manusia ini adalah pendidikan. Dan jika kita berbicara pendidikan tentunya unsur yang mutlak ada ialah manusia itu sendiri. Nah, dalam hal ini kajian ataupun teori-teori mengenai perkembangan dan pertumbuhan manusia sangat dibutuhkan oleh dunia pendidikan. Pendidikan ialah usaha sadar orang dewasa / pendidik untuk membantu membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak kearah kedewasaan.
Definisi pendidikan diatas mengisyaratkan bahwa agar setiap pendidik baik orang tua maupun guru memahami benar hakikat pertumbuhan dan perkembangan anak agar dapat membimbing atau mengarahkan mereka kearah kedewasaan yang diharapkan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Karakteristik Siswa Sekolah Dasar Siswa kelas 3 4 5 dan 6 Usia 10 sampai 12 Tahun?
2. Bagaimana Ciri-ciri pada masa kelas-kelas tinggi (9/10-12/13 tahun) ?
3. Bagaimana perkembangan anak usia sekolah tinggi dan implementasinya terhadap pendidikan?
4. Bagaimana tugas dalam pengimplementasiannya?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui karakteristik siswa sekolah tinggi
2. Untuk mengetahui ciri-ciri pada masa sekolah kelas tinggi
3. Untuk mengetahui implementasi anak bersekolah inggi
4. Untuk mengetahui tugas dalam pengimplementasiannya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar Siswa kelas 3 4 5 dan 6 Usia 10 sampai 12 Tahun
Karakteristik Siswa Sekolah Dasar - Siswa kelas III, IV dan V adalah siswa dengan rentang umur 8-11 tahun atau lebih adalah tahap operasi konkrit.Ciri perkembangannya memakai atauran jelas atau logis adan reversible dan kekebalan. Dengan memperhatikan karakteristik kognitif siswa kelas III Sekolah Dasar dengan segala aspek dimensi perkembangannya, maka diharapkan system pengajaran yang dikembangkan mampu melayani kebutuhan belajar yang bermakna bagi siswa. melalui penyampaian materi pelajaran dengan baik, sehingga siswa antusias untuk belajar. (Pembelajaran inovatif Berorientasi Konstruktivistik).
Menurut J. Maatakupan (1994: 107) “Usia kelas empat merupakan peralihan dari dunia khayal menuju dunia nyata”. Menurut Rusli Lutan (2001: 100) usia-usia sekitar 11 tahun adalah tahap kongrit operasional.Pada tahap ini kemampuan kognitif anak berkembang dan memungkinkan untuk merencana dan melaksanakan gagasan kongrit.
Pada usia kelas V dan VI mulai kelihatan bahwa anak perempuan selalu mencari teman sesama perempuan. Ototnya semakin besar dan kekuatannya semakin besar.Masih memerlukan latihan koordinasi untuk otot-otot kecil.Pertumbuhan anak cepat.Perkembangan jantung dan paru- parunya tidak lama dengan pertumbuhan fisiknya.Mulai kelihatan perhatiannya.Anak kecil suka pada permainan yang berbahaya dan tantangan kepada dirinya (Harsuki, 2003: 78-79).
Karakteristik fisiologi anak kelas 5 dan 6 sekitar usia 11 dan 12 tahun. Menurut Annarino Cowel dan Hazelton yang dikutip oleh Rochman Devi Yusliyanti (2006: 13) disebutkan bahwa, otot penunjang lebih berkembang dari usia sebelumnya. Makin menyadari keadaan tubuh sendiri.Perbedaaan anak laki-laki dan perempuan makin tampak jelas.Penampilan tubuhya tampak sehat dan kuat.Koordinasi geraknya baik.Perkembangan tungkai lebih cepat dari pada anggota badan bagian atas.Kekuatan   otot   anak   laki-laki   dan   perempuan   makin    tampak perbedaannya.Siswa memiliki sifat kejiwaan yang mendukung keterlibatan siswa yang lebih jauh dalam olahraga prestasi.Minat siswa pada olahraga makin tampak.Siswa mulai memahami dan menyadari keadaan dirinya sendiri baik kelebihan maupun kekurangan yang dimiliki.Mereka memiliki cabang olahraga yang disukai dan menghindari aktifitas yang kurang disukai.Siswa lebih suka permainan yang berbahaya yang merupakan tantangan bagi dirinya.
Jadi siswa kelas 4 adalah siswa dengan rentang 10-11 tahun yang merupakan masa peralihan dari dunia khayal menuju dunia nyata (merupakan tahap kongrit operasional).Siswa kelas 4 adalah siswa dengan rentang umur 10-11 tahun.Minat siswa pada olahraga makin tampak.Mereka sudah memiliki cabang olahraga yang disukai dan menghindari aktifitas yang kurang disukai.Siswa lebih suka permainan aktif dan berbahaya yang merupakan tantangan bagi dirinya.

B. Ciri-ciri pada masa kelas-kelas tinggi (9/10-12/13 tahun) :
1. Minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret.
2. Sangat realistik, rasa ingin tahu dan ingin belajar.
3. Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal atau mata pelajaran khusus sebagai mulai menonjolnya bakat-bakat khusus.
4. Sampai usia 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas usia ini pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya.
5. Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran tepat mengenai prestasi sekolahnya.
6. Gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama. Dalam permainan itu mereka tidak terikat lagi dengan aturan permainan tradisional (yang sudah ada), mereka membuat peraturan sendiri.

C. Karakteristik dan Ciri Khas anak SD serta Implikasinya Terhadap Pendidik
Karakteristik Anak Usia SD (Sumantri dan Nana Syaodih (2006))
1. Senang Bermain
Pada umumnya anak SD terutama kelas-kelas rendah itu senang bermain. Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih – lebih untuk kelas rendah. Guru SD seyogyanya merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius tapi santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang saling antara mata pelajaran serius seperti IPA, Matematika, dengan pelajaran yang mengandung unsur permainan seperti pendidikan jasmani, atau Seni Budaya dan Keterampilan (SBK).
2. Senang Bergerak
Karakteristik yang kedua adalah senang bergerak, orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.
3. Senangnya Bekerja dalam Kelompok
Melalui pergaulannya dengan kelompok sebaya, anak dapat belajar aspek-aspek penting dalam proses sosialisasi seperti : belajar memenuhi aturan-aturan kelompok,belajar setia kawan,belajar tidak tergantung pada orang dewasa di sekelilingnya,mempelajari perilaku yang dapat diterima oleh lingkungannya,belajar menerima tanggung jawab, belajar bersaing secara sehat bersama teman-temannya, belajar bagaimana bekerja dalam kelompok,belajar keadilan dan demokrasi melalui kelompok. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3-4 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.
4. Senang Merasakan atau Melakukan Sesuatu Secara Langsung
Berdasarkan teori tentang psikologi perkembangan yang terkait dengan perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasi konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, anak belajar menghubungkan antara konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Pada masa ini anak belajar untuk membentuk konsep-konsep tentang angka ,ruang,waktu, fungsi badan,peran jenis kelamin,moral. Pembelajaran di SD cepat dipahami anak, apabila anak dilibatkan langsung melakukan atau praktik apa yang diajarkan gurunya. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang arah mata angin, dengan cara membawa anak langsung keluar kelas, kemudian menunjuk langsung setiap arah angin, bahkan dengan sedikit menjulurkan lidah akan diketahui secara persis dari arah mana angin saat itu bertiup.


D. Tugas-tugas Perkembangan Anak Usia SD dan Implementasinya terhadap Pendidikan
Setiap individu mempunyai tugas-tugas perkembangan untuk memenuhinya. Demikian anak usia SD memerlukan kemampuan untuk memenuhi tugas-tugas perkembangannya.
Perincian tugas-tugas perkembangan anak SD menurut Havigusrt (1961) dan implikasinya terhadap pelaksanaan pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran keterampilan fisik motorik yang diperlukan untuk permainan sehari-hari
Dilihat dari perkembangan dan fisik motorik, anak SD dituntut untuk menguasi keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan  aktivitas fisik motorik.
Menurut Hasan (2006), tujuan pengembangan dan fisik motorik adalah untuk melatih keterampilan fisik terutama melatih motorik kasar,  motorik halus sehingga anak dapat meloncat, memanjat, dan lain sebagainya, disamping ia juga dapat bermain musik, menari bahkan dapat membuat kerajinan tangan. Perkembangan dan fisik motorik anak SD dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan, bahkan guru dituntut untuk menciptkaan budaya lingkung dan teman sebaya yang mengajarkan keterampilan fisik dengan cara mencoba membantu seseorang yang mengalami hambatan dalam tugas-tugas perkembangan ini.
Perkembangan fisik motorik ini ditandai hal-hal sebagai berikut:
Pertumbuhan anak pesat, lengan dan kaki panjang tungkai kurus, kemudian menjadi gemuk.
Gigi susu berganti gigi tetap.
Penuh energi, suka bergerak  aktif sekali, makin lama keaktifan lebih terarah
Masih senang berlari
Sementara itu, implikasi pada pekembangan ini adalah sebagai berikut :
Perlu makanan yang bergizi, cukup banyak istirahat, dan aktivitas  ramai berselang seling dengan activitas tenang.
Perlu melatih fisik anak, melalui permainan sepak bola atau permainan lain berenang, dsb.
Permainan dibutuhkan sebagai selingan belajar, bekerja, dan bermain kegaiatan--kegiatan harus seimbang.
Para pendidik membutuhkan cara pengajaran yang lebih terbuka, lansung memberikan kesempatan anak berperan mengoptimalkan perkembangan fisik dan perceptual mereka. Dengan cara ini anak dapat lebih bersemangat dan timbul rasa senang dalam menjalani aktivitas pembelajaran. Sehingga berdampak positif juga bagi perkembangan mereka. Cara pembelajaran yang diharapakan dengan : program pengajaran yang fleksibel dan tidak kaku serta membedakan perbedaan individu, tidak monoton dan verbalistik yang di beri banyak variasi ( terdapat eksperimen, praktek, observasi,dll ), dan menggunakan berbagai media sehingga anak dapat berperan aktif secara mental dan perseptualnya. Di harapkan dengan cara ini anak dapat lebih berkembang, aktif dan membantu timbulnya suasana yang menyenangkan selama proses belajar. Karena anak lebih butuh banyak aktivitas yang membantu perkembangan mereka.
2. Membangun keutuhan sikap terhadap diri sendiri sebagai organisme   yang sedang tumbuh.
Pada umumnya anak usia SD telah terjadi pertumbuhan fisik secara pesat. Untuk dapat melaksanakan tugas perkembangan ini kebiasaan kesehatan seperti menjaga kebersihan, waktu tidur, makan, dan lain sebagainya masih perlu dibatasi.
Memperhatikan hal-hal tersebut diatas, sekolah hendaknya memperhatikan kesulitan dan permasalahan siswa serta memberikan bimbingan dan konseling baik secara individual maupun kelompok. Hal ini bertujuan agar anak mencapai keutuhan dan keserasian sikap dirinya sendiri sebagai organisme yang sedang tumbuh secara optimal.
3. Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok sebaya
Anak pada usia SD mulai belajar tidak bergantung pada lingkungan keluarga. Anak (siswa) SD mulai untuk belajar memberi dan menerima dalam kehidupan sosial diantara teman sebaya. Proses pembelajaran dalam memasuki kelompok sebaya merupakan proses pembelajaran “kepribadian sosial” yang sesungguhnya.
Pemenuhan tugas perkembangan ini membawa implikasi terhadap penyelenggarakan pendidikan di SD. Sekolah merupakan tempat yang kondusif bagi kebanyakan siswa untuk belajar bergaul dan bekerja bersama teman sebaya. Guru harus terampil mempelajari dan memahami budaya teman pada lingkungan sekolah dan masyarakat.
4. Mempelajari peran sosial sebagai pria dan wanita
Menurut Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih (2006), dalam mencapai tugas perkembangan perbedaan anatomi antara pria dan wanita tidak menuntut perbedaan peran jenis kelamin selama anak Sekolah Dasar. Tubuh anak wanita sebagaimana anak laki-laki tumbuh dengan baik melalui aktivitas fisik sehingga menjadi kuat dan besar. Baru mulai usia 9 atau 10 tahun terdapat perbedaan anatomi antara anak laki-laki dengan anak wanita.
Berkenaan dengan peran anak sesuai dengan jenis kelaminnya,telah diawali dalam asuhan keluarga. Harapan yang sama berlanjut pada usia sekolah melalui pergaulan dalam budaya teman sebaya. Dalam hal ini sekolah hendaknya lebih menekankan pada fungsi perbaikan jika ada anak yang mengalami hambatan dalam pencapaian tugas perkembangan ini.
5. Pengembangan keterampilan dasar membaca, menulis dan berhitung
Berdasarkan hasil studi psikologis menunjukkan, bahwa membaca dipelajari oleh kebanyakan masyarakat hingga usia 12 atau 13tahun. Kecepatan membaca dalam hati dan kemauan membaca bersuara jarang meningkat lagi setelah usia tersebut. Namun tentang kemampuan dalam mengambil makna isi bacaan terus bertambah selama ia belajar.
Keterampilan menulis sejalan dengan membaca, bahwa penguasaan menulis dipengaruhi oleh frekuensi anak melakukan/belajar menulis. Karena menulis memerlukan kebiasaan penggunaan aktivitas fisik/tangan. Pada anak usia SD sudah mencapai kematangan dalam hal aktivitas fisik/tangan. Keterampilan berhitung berkembang hingga usia 12 atau 13 tahun, dan jarang berkembang lagi jika tidak melanjutkan ke sekolah menengah atau perguruan tinggi memungkinkan anak SD memperoleh ilmu pengetahuan serta menggunakan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh untuk dihubungkan dengan lingkungan dan  masalah-masalah yang terjadi di sekitar anak.
Menurut Yusuf (2006), secara umum pada usia sekolah dasar (6-12) tahun, anak sudah dapat mereaksi rangsang dan inteklektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif seperti menulis, membaca,  menghitung. Pada tahap perkembangan kognitif ini, anak SD harus dibekali pengalaman-pengalaman kemampuan tertentu untuk menambah pengertian  menanamkan tingkah laku dengan pola-pola baru agar mereka dapat mempergunakannya secara efektif.
Implikasi perkembangan ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru yaitu mengkalisifikasikan (mengelompokkan), menyusun, atau mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan, dan kegiatan yang berkaitan dengan perhitungan angka, seperti menambah, mengurangi, mengalikan,  membagi. Disamping itu, anak SD sudah memiliki kemampuan memecahkan masalah.
Pada tahap ini juga kemampuan intelektual anak cukup dapat dibekali kecapakan untuk berfikir  bernalar, termasuk pemberian pengetahuan tentang manusia, hewan, berserta lingkungan alam sekitar. Disamping itu, anak cukup mampu untuk mengungkapkan pendapat gagasan atau penilaian atas berbagai hal yang dialami di lingkungan dan sekitarnya.
Sekolah mempunyai peran yang sangat penting dalam pengembangan kemampuan intelektual anak. Dalam hal ini guru harus memberikan perhatian agar menunjang proses pendidikan anak. Guru juga harus memberikan kesempatan kepada anak untuk mengemukakan hasil belajarnya serta memberikan komentar terhadap pekerjaan yang telah dilakukan oleh anak SD dalam proses belajar. Kegiatan seperti ini diharapkan dapat membentuk proses pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan oleh sekolah.
Hal tersebut dipertegas oleh Piaget bahwa kemampuan berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. ini berarti bahwa urutan bahan pendidikan dan metode harus menjadi perhatian utama. Anak SD akan sulit memahami bahan pelajaran jika urutan bahan pelajaran ini tidak teratur. Bagi anak SD, pengoperasian suatu penjumlahan harus menggunakan benda-benda nyata, terutama di kelas-kelas awal karena tahap perkembangan berfikir mereka baru mencapai pada tahap kongret.
6. Pengembangan konsep-konsep yang perlu dalam kehidupan sehari-hari
Keterkaitan manusia dengan lingkungannya menjadikan ia harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut. Untuk dapat menyesuaikan diri maka ia perlu memahami dan mengembangkan konsep-konsep tertentu yang perlu dalam kehidupan sehari-hari. Tugas perkembangan ini menuntut anak usia SD untuk memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk bisa berfikir efektif berkenaan dengan pekerjaan, kewarganegaraan, dan peristiwa-peristiwa sosial. Secara psikologis pada saat anak siap memasuki sekolah, ia sebenarnya telah memiliki perbendaharaan banyak konsep, terutama konsep-konsep yang sederhana.
Berkenaan dengan tugas-tugas perkembangan tersebut, maka sekolah merupakan tempat yang kondusif untuk mempelajari sejumlah konsep dalam kehidupan. Kurikulum sekolah hendaknya memberikan pengalaman dan pembelajaran yang sekonkret mungkin terutama pada kelas-kelas bawah. Hal ini akan membantu anak dalam membangun konsep-konsep baru berdasar hal-hal yang nyata, misalnya tentang konsep yang berhubungan dengan waktu, ruang, tempat, dan angka.
7. Pengembangan kata hati, moral dan nilai-nilai
Perkembangan moral adalah perkembangan moral anak yang merupakan hal yang sangat bagi perkembangan kepribadian dan sosial anak dalam kehidupannya sehari-hari. Anak usia SD sudah dituntut untuk mengembangkan kontrol moral dari dalam, menghargai aturan moral,dan memulai dengan skala nilai yang rasional. Melalui proses identifikasi terhadap kedua orang tuanya, anak mengembangkan sendiri penerapan “peringatan-hukuman” dari orang tua sebagai perwujudan kata hati. Piaget berpendapat, bahwa anak usia SD merupakan tahapan yang sangat penting dalam mempelajari moralitas kerja sama.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, mempunyai peranan penting dalam rangka pengembangan kata hati, moral dan nilai-nilai melalui proses pembelajaran. Bimbingan merupakan salah satu tehnik untuk membantu siswa utamanya yang mengalami hambatan atau permasalahan yang berkaitan dengan pengembangan ini.
Impliksi perkembangan terhadap penyelenggraaan pendidikan di SD guru mengarahkan anak didikanya untuk melakukan kebaikan dan selalu menanamkan kejujuran karena pada tahap perkembangan ini anak SD sudah mengetahui peraturan dan tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosial, disamping itu anak telah dapat mengasosiasikan perbuatannya dengan lingkungan di sekiranya. Misalnya perbuatan nakal, jujur, adil serta sikap hormat baik terhadap orang tua, guru dan lingkuangan sekitamya.
8. Mancapai kemandirian pribadi
Tugas-tugas perkembangan ini menuntut anak usia SD mampu menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Kemandirian ini ditunjukkan pada kemampuan membuat perencanaan dan melaksanakan kegiatan belajar/sekolahnya tanpa harus selalu diarahkan oleh guru maupun orang tua.
Sehubungan tugas pencapaian kemandirian ini, maka guru dalam melaksanakan proses pembelajarannya mengacu pada kemandirian. Baik kemandirian dalam tugas individual maupun kemandirian dalam tugas-tugas kelompok.
Masa Kelas Tinggi Sekolah Dasar
Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain adalah sebagai berikut :
a. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret.
b. Amat realistik, ingin tahu dan ingin belajar.
c. Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus.
d. Pada umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya.
e. Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini anak tidak terikat lagi pada peraturan tradisional namun mereka membuat peraturan sendiri.

Faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik
Pertumbuhan fisik peserta didik usia SD/MI lebih lambat dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan masa sebelumnya (masa bayi dan TK awal) dan sesudahnya (masa puber dan remaja). Jadwal waktu pertumbuhan fisik tiap anak tidak sama, ada yang berlangsung cepat, sedang atau lambat. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik anak antara lain:
1. Pengaruh keluarga
a. Faktor keturunan
Membuat anak menjadi gemuk dari pada anak lainnya. Perbedaan ras suku bangsa (orang Amerika, Eropa, dan  Australia cenderung lebih tinggi dari pada orang Asia).
b. Faktor lingkungan
Akan membantu menentukan tercapai tidaknya perwujudan potensi keturunan anak tersebut. Lingkungan lebih banyak pengaruhnya terhadap berat tubuh daripada tinggi tubuh.
c. Jenis Kelamin
Anak laki-laki cenderung lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan dengan anak perempuan, kecuali pada usia 12-15 tahun.
d. Gizi dan kesehatan
Anak yang memperoleh gizi cukup biasanya lebih tinggi tubuhnya dan relatif lebih cepat mencapai masa puber dibandingkan dengan anak yang bergizi kurang.Anak yang sehat dan jarang sakit biasanya mempunyai tubuh sehat dan lebih berat dibanding dengan anak yang sering sakit.
e. Status sosial dan ekonomi
Fisik anak dari kelompok ekonomi rendah cenderung lebih kecil dibandingkan dengan keluarga ekonomi cukup atau tinggi. Keadaan status ekonomi mempengaruhi peran keluarga dalam memberi makan, gizi dan pemeliharan kesehatan serta kegiatan pekerjaan yang dilakukan anak.
f. Gangguan Emosional
Anak yang sering mengalami gangguan emosional akan menyebabkan terbentuknya steroid adrenalin yang berlebihan. Hal ini menyebabkan berkurangnya hormon pertumbuhan pada kelenjar pituitary, akibatnya anak mengalami keterlambatan perkembangan memasuki masa puber. Bagi anak usia SD atau MI, reaksi yang diperlihatkan orang lain terutama oleh teman-teman sebayanya terhadap ukuran dan proporsi tubuhnya mempunyai makna penting. Apabila ukuran-ukuran dan proporsi tubuh anak berbeda jauh dengan teman sebayanya anak akan merasa kelainan, tidak mampu dan rendah diri.
2. Perkembangan Intelek
a. Struktur pengetahuan
Pengertian kognitif meliputi aspek struktur intelek yang dipergunakan untuk mengetahui sesuatu, dan dalamnya terdapat aspek: persepsi, ingatan, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan persoalan. Perkembangan kognitif merupakan proses dan hasil individu dengan lingkungannya.
Selain itu, struktur pengetahuan juga menjelaskan tentang tingkat kecerdasan peserta didik pada usia SD. Dengan adanya beberapa kecerdasan tiap individu, maka memungkinkan terjadinya kecerdasan ganda (multiple intelligence),  sehingga perlu diadakannya semacam tes untuk mengetahui tingkat intelegensi tiap individu yang biasa disebut dengan IQ (Intelligence Quotient). IQ merupakan hasil bagi usia mental dengan usia kronologis atau kalender dikalikan seratus.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek peserta didik usia SD atau MI, antara lain:
1. Kondisi organ penginderaan sebagai saluran yang dilalui pesan indera dalam perjalanannya ke otak (kesadaran).
2. Intelegensi mempengaruhi kemampuan anak untuk mengerti dan memahami sesuatu.
3. Kesempatan belajar yang diperoleh anak.
4. Tipe pengalaman yang didapat anak secara langsung akan berbeda jika anak mendapat pengalaman seara tidak langsung dari orang lain atau informasi dari buku.
5. Jenis kelamin karena pembentukan konsep anak laki-laki atau perempuan telah dilatih sejak kecil dengan cara yang sesuai dengan jenis kelamin.
6. Kepribadian pada anak dalam memandang kehidupan dan menggunakan suatu kerangka acuan berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.

Dalam perkembangan intelek, dapat juga terjadi kendala dan berbahaya yang mempengaruhi perkembangan anak secara keseluruhan, di antaranya:
1. Kelambanan perkembangan otak yang dapat mempengaruhi kemampuan bermain dan belajar di sekolah serta penyesuaian diri dan sosial anak, yang dikarenakan oleh tingkat kecerdasan di bawah normal dan kurangnya mendapat kesempatan memperoleh pengalaman.
2. Konsep yang salah yang disebabkan oleh informasi yang salah, pengalaman terbatas, mudah percaya, penalaran yang keliru, dan imajinasi yang sangat berperan, pemikiran tidak realistis, serta salah menafsirkan arti. Kesulitan dalam membenarkan konsep yang salah dan tidak relistik. Hal ini biasanya berkenaan dengan konsep diri dan sosial yang bisa membingungkan anak.
3. Perkembangan Afektif
Anak mulai mampu berpikir deduktif, bermain dan belajar menurut peraturan yang ada. Dimensi psikososial yang rnuncul pada masa ini adalah: sense of industry, sense of inferiority Anak didorong untuk membuat, melakukan dan mengerjakan dengan benda-benda yang praktis. dan mengerjakannya sampai selesai sehingga menghasilkan sesuatu. Berdasarkan hasilnya mereka dihargai dan di mana perlu diberi hadiah. Dengan demikian rasa/sifat ingin menghasilkan sesuatu dapat dikembangkan. Pada usia sekolah dasar ini dunia anak bukan hanya lingkungan rumah saja melainkan mencakup juga lembaga-lembaga lain yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan individu. Pengalaman-pengalaman sekolah anak mempengaruhi industry dan inferiority anak. Anak dengan IQ 80 atau 90 akan mempunyai pengalaman sekolah yang kurang memuaskan walaupun sifat indtistri dipupuk dan dikembangkan di ruitiah. Ini dapat menimbulkan rasa inferiority (rasa tidak mampu). Keseimbangan industry dan inferiority bukan hanya bergantung kepada orang tuanya, tetapi dipengaruhi pula oleh orang-orang dewasa lain yang berhubungan dengan anak itu.
4. Perkembangan Minat Anak SD
Meichati (1975) mengartikan minat adalah perhatian yang kuat, intensif, dan menguasai individu secara mendalam untuk tekun melakukan suatu aktivitas.
Secara operasional, Lilawati (1988) mengartikan minat adalah suatu perhatian yang kuat dan mendalam disertai dengan perasaan senang terhadap suatu kegiatan sehingga mengarahkan anak untuk melakukan kegiatan tersebut dengan kemauan sendiri.
Sinambela (1993) mengartikan minat adalah sikap positif dan adanya rasa ketertarikan dalam diri anak terhadap suatu aktivitas tertentu.
Jadi dapat diartikan bahwa minat adalah kekuatan yang mendorong anak untuk memperhatikan, merasa tertarik, dan cenderung senang terhadap suatu aktivitas sehingga mereka mau melakukan aktivitas tersebut dengan kemauannya sendiri.
Minat terdiri dari dua aspek, yaitu :
1) Aspek kognitif, berupa konsep positif terhadap suatu obyek dan  berpusat pada manfaat dari obyek tersebut.
2) Aspek afektif, nampak pada rasa suka atau tidak senang dan kepuasan pribadi terhadap obyek tersebut.

Minat pada anak dipengaruhi oleh dua faktor :
1) Faktor personal, merupakan faktor-faktor  yang ada pada diri anak itu (meliputi usia, jenis, kelamin, intelegensi, sikap, dan kebutuhan psikologi).
2) Faktor instusional, merupakan faktor-faktor di luar diri anak (melalui pengaruh orang tua, guru, dan teman sebaya).
Dari segi materi dan  pengamatan lapangan, kami dapat menyimpulkan bahwa minat pada anak SD pada pada sesuatu umumnya tergantung pada beberapa hal, yaitu:
1) Kemauan anak terhadap kegiatan tersebut (meskipun ada dorongan yang besar dari orang-orang tertentu, misalnya orang tua, kalau dia tidak mempunyai keinginan yang tinggi terhadap kegiatan tersebut dia tidak akan melakukan kegiatan tersebut)
2) Karakter masing-masing anak.
3) Suasana hati / keinginan hati (mood)
Minat anak SD terhadap suatu kegiatan lebih tergantung pada pengaruh teman sebayanya. Mereka lebih cenderung “ikut-ikutan“ dalam melakukan suatu kegiatan (pengaruh lingkungan). Pada dasarnya mereka lebih mempunyai minat yang tinggi kepada suatu aktivitas yang menarik perhatian mereka dan yang memberi kesenangan pada mereka. Anak sekolah dasar kurang begitu tertarik kepada hal-hal yang menimbulkan kebosanan dan kejenuhan.
5. Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan media komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan, pendapat, perasaan dengan menggunakan simbol-simbol yang disepakati bersama, kemudian kata dirangkai berdasarkan urutan membentuk kalimat yang bermakna dan mengikuti aturan atau tata bahasa yang berlaku dalam suatu komunitas atau masyarakat, bahasa dapat dibedakan menjadi 3, yaitu bahasa lisan, bahasa tulis, dan bahasa isyarat.
Keterampilan dalam berbahasa memiliki 4 aspek atau ruang lingkup, yaitu:
a) Keterampilan mendengarkan
b) Keterampilan berbicara
c) Keterampilan membaca
d) Keterampilan menulis
Di sekolah dasar, keterampilan mendengarkan meliputi kemampuan memahami bunyi bahasa, perintah, dongeng, drama, petunjuk, denah, pengumuman, berita, dan konsep materi pelajaran. Keterampilan berbicara meliputi kemampuan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara lisan mengenai perkenalan, tegur sapa,pengenalan benda, fungsi anggota tubuh, kegiatan bertanya, percakapan, berita, deklamasi, memberi tanggapan, pendapat/saran, dan diskusi. Keterampilan membaca meliputi ketrampilan memahami teks bacaan melalui membaca intensif dan sekilas. Keterampilan menulis meliputi kemampuan menulis permulaan, dikte, mendeskripsikan benda, mengarang, menulis surat, undangan, dan ringkasan paragraf.
Faktor Kendala dalam Mempelajari Ketrampilan Berbahasa
Meskipun pada umumnya pula perkembangan keterampilan berbahasa anak sama, namun tetapada perbedaan individual.berikut ini adalah beberapa faktor penyebab perbedaan tersebut:
1) Kesehatan
Anak yang sehat lebih cepat belajar berbicara dibandingkan dengan anak yang kurang sehat, sebab perkembangan aspek aspek motorik dan aspek mental berbicaranya lebih baik sehingga lebih siap untuk belajar berbicara.
2) Kecerdasan
Anak yang memiliki kecerdasan tinggi, akan belajar berbicara lebih baik dan memiliki penguasaan bahasa erat kaitannya dengan kemampuan berpikir.
3) Jenis kelamin
Anak perempuan lebih dalam belajar bahasa daripada anak laki-laki, baik dalam pengucapan, kosa kata maupun  keseringan berbahasa.
4) Keluarga
Semakin banyak jumlah anggota keluarga akan semakin sering anak mendengar dan berbicara. Demikian pula anak pertama lebih baik perkembangan berbicaranya karena orang tua lebih banyak memiliki waktu untuk berbicara dan berbahasa.
5) Keinginan dan Dorongan Komunikasi
Semakin kuat keinginan dan dorongan untuk berkomunikasi dengan orang lain terutama teman sebaya, akan semakin kuat pula usaha anak untuk berbicara dan berbahasa.
6) Kepribadian
Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dan memiliki kepribadian yang baik cenderung memiliki kemampuan bicara dan berbahasa lebih baik daripada anak yang mengalami masalah dalam penyesuaian diri.
6. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Tuntutan sosial pada perilaku sosial anak tergantung dari perbedaan harapan dan tuntutan budaya dalam masyarakat tempat anak tumbuh kembangkan tugas perkembangannya. Dalam belajar hidup bermasyarakat diperlukan tiga proses dalam bersosialisasi, yaitu:
1) Belajar berperilaku yang dapat diterima sosial.
2) Memainkan  peran sosial yang dapat diterima
3) Perkembangan sikap sosial.
Jika peserta didik tidak mampu melakukan 3 proses sosialisasi diatas maka peserta didik tersebut berkembang menjadi orang yang nonsosial, asosial, dan anti sosial.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan peserta didik melakukan sosialisasi adalah sebagai berikut:
1) Kesempatan dan waktu untuk bersosialisai dengan orang lain.
2) Kemampuan berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dimengerti peserta didik maupun orang dewasa lain.
3) Motivasi peserta didik untuk mau belajar bersosialisasi.
4) Metode belajar efisien dan bimbingan bersosialisasi.
Pengalaman sosial awal memegang peranan penting bagi perkembangan dan perilaku sosial selanjutnya. Sebab pengalaman sosial awal cenderung menetap. Jadi mudah atau sulitnya perkembangan sosial anak selanjutnya tergantung pada baik buruknya si anak mempelajari sikap dan perilaku sosial. Selain itu, pengalaman sosial awal juga berpengaruh terhadap partisipasi sosial anak. Anak yang mempunyai pengalaman sosial awal yang baik cenderung lebih aktif dalam kegiatan kelompok social begitu juga sebaliknya.
Para peserta didik usia SD atau MI yang berada pada posisi anak akhir akan mulai membentuk kelompok bermain yang selanjutnya berkembang menjadi kelompok belajar dan melakukan aktifitas pada masa anak. Sedangkan peserta didik kelas 5 atau 6 kadang-kadang sudah mengalami masa puber. Pada masa ini seorang peserta didik mengalami perubahan fisik sensual yang pesat. Sehingga seorang anak cenderung menarik diri dari kelompoknya, kurang dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain. Juga terjadi kemunduran minat untuk bermain dan melakukan aktifitas kelompok serta cenderung bersikap antisosial.

E. Peranan Kelompok dan Permainan
Pada masa anak akhir, kelompok atau geng anak memegang peranan penting dalam perkembangan social. Jika pada masa anak awal terbentuk kelompok bermain yang terbentuk secara spontan, informal dan sementara, maka kelompok yang terbentuk pada masa anak akhir mempunyai struktur yang lebih tegas dan formal. Ada yang menjadi pemimpin dan pengikut. Mereka melakukan beberapa aktivitas seperti bermain, hiburan, minat dan hoby, bahkan kadang mencoba menggangu orang lain. Kelompok pada masa anak akhir merupakan usaha anak untuk menciptakan suatu masyarakat yang sesuai bagi pemenuhan kebutuhannya.
Pengaruh kelompok terhadap sosialisasi anak dilakukan dalam hal :
1. Membantu anak bergaul dengan teman sebaya dan berperilaku yang dapat diterima secara social dan kelompoknya.
2. Membantu anak mengembangkan kesadaran yang rasional dan skala nilai untuk melengkapi atau mengganti nilai orang tua yang sebelumnya cenderung diterima anak sebagai kata hati yang otoriter.
3. Mempelajari sikap social yang pantas melalui pengalamannya dalam menyukai orang an cara menikmati kehidupan serta aktivitas kelompok.
4. Membantu kemandirian anak dengan cara memberikan kepuasan emosional melalui persahabatan dengan teman-teman sebaya.
Permainan atau bermain merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir, dilakukan dengan sukarela tanpa ada paksaan/tekanan dari luar apalagi kewajiban.
Melalui permainan atau bermain, anak tidak hanya memperoleh kesenangan tetapi mereka juga dapat mempelajari sesuatu. Permainan atau bermain mempunyai empat manfaat yaitu :
1. Latihan fungsi baik fungsi motorik maupun kognitif.
2. Sarana sosialisasi, anak dapat belajar bekerjasama dan saling tolong menolong dalam bermain.
3. Mengukur kemampuan terutama untuk permainan yang dilombakan.
4. Menempa emusi/sikap melalui kegiatan untuk mentaati aturan permainan dan bersikap sportif.

F. Penyesuaian Sosial
Penyesuaian sosial berarti keberhasilan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompok paa khusunya. Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik mempelajari berbagai ketrampilan seperti kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Di bawah ini adalah beberapa criteria penyesuaian social yang baik.
1. Ketrampilan nyata
Perilaku social anak sesuai dengan standar kelompok dan memenuhi harapan kelompok.  
2. Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok
Anak dapat menyesuaikan diri bukan hanya dalam kelompoknya sendiri, tetapi juga dengan kelompok lainnya.    
3. Sikap sosial
Anak menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain serta ikut berpartisipasi dan berperan dalam kelompok serta kegiatan social.
4. Kepuasan pribadi
Karena anak dapat bersosialisasi dengan baik dan dapat berperan dalam kelompok, maka anak akan merasa kepuasan tersendiri. Teman sebaya sangat berperan dan berpengaruh terhadap kemampuan penyesuaian sosial peserta didik usia SD.
Penerimaan atau penolakan teman kelompok akan berdampak pada perkembangan aspek-aspek lainnya seperti emosi, konsep diri, dan kepribadiannya. Pada masa anak akhir, ada teman biasa yang hanya memenuhi kebutuhan anak untuk berada dalam kelompoknya, teman bermain yang dapat melakukan aktivitas bermain bersama-sama, dan teman akrab yang memungkinkan anak dapat berkomunikasi melalui pertukaran ide, rasa percaya, meminta nasehat dan berani mengkritik. Jumlah teman peserta didik usia SD sangat bervariasi, tetapi seiring bertambah usia maka jumlah temanpun semakin banyak. Pemilihan teman biasanya terjadi karena adanya kesamaan sifat, minat, nilai-nilai dan kedekatan geografis/lokasi. Pergantian teman dapat terjadi karena perubahan minat, mobilitas social, atau perpindahan likasi tempat tinggal. Melalui pergantian teman, anak dapat belajar hal-hal yang penting dalam perkembangan sosial.

G. Penyesuaian Diri Pada  Anak Sekolah Dasar
Penyesuaian diri pada anak sekolah dasar terlihat dalam proses sosialisasi, anak menunjukkan perilaku sesuai aturan-aturan sosial yang ditentukan. Anak pun mulai membutuhkan teman dekat. Yaitu teman sebagai orang yang dapat membantu jika dibutuhkan. Umumnya teman dekat ini adalah kelompok sebayanya. Kelompok sebaya dapat sebagai model dalam berperilaku, di mana anak cenderung meniru perilaku kelompoknya. Jika mempunyai teman berperilaku sesuai tuntutan masyarakat, anak pun akan mengikutinya. Berbagai karakteristik dari kelompok sebaya menunjukkan bahwa kelompok sebaya memiliki keunikan tersendiri yang mungkin tidak dijumpai di kelompok yang lain. Hal ini pula yang membuat anak sebagai anggota kelompok dapat mempelajari pola-pola perilaku anggota kelompoknya.
Meskipun kelompok sebaya merupakan hal yang diutamakan dalam perkembangan seorang anak, namun peran guru maupun orang tua tetap diperlukan dalam menanamkan norma yang sesuai dengan tuntutan lingkungan agar apa yang dituntut oleh kelompok seimbang dengan apa yang dituntut oleh lingkungan Dalam menyesuaikan diri dengan kelompoknya, anak pun belajar tentang peran jender. Adanya peran yang berbeda, membuat adanya aturan bagi anak laki-laki dan perempuan. Proses perkembangan jender dalam diri seseorang sebenarnya bisa dikarenakan faktor biologis, kemampuan kognitif dan sosial.
Namun dari kesemuanya itu justru lingkungan sosiallah misalnya bagaimana interaksi dan pengalaman anak dengan orang tua, pengaruh dari guru, teman sebaya, media masa, pelajaran, dan lain-lain yang paling berperan dalam perkembangan jender.
Walaupun kenyataan menunjukkan bahwa peran jender tidak bisa diabaikan di lingkungan masyarakat, namun sebagai orang tua maupun guru hendaknya dapat mengajarkan pada anak bahwa peran tersebut dapat berganti karena semua itu sangat tergantung dari kebutuhan, situasi, minat dan keterampilan yang dimiliki. Itulah sebabnya kadangkala dijumpai seorang pria yang menekuni karirnya di bidang seni tari, sementara seorang wanita menekuni karirnya di bidang keteknikan, dan lain-lain. Yang perlu ditanamkan adalah bahwa kita harus menghargai apa yang dilakukan anak, bukan karena anak itu laki-laki atau perempuan.



Komentar

Postingan Populer