maba 18
Pesan untuk Mahasiswa Baru
Adik-adikku, selamat memasuki dunia baru. Dunia mahasiswa. Mungkin sudah ada yang menyampaikan berita klise ini bahwa kalian adalah satu dari hanya 2% penduduk Indonesia. Kalian adalah kaum elit yang terdidik dan tentu saja itu adalah keistimewaan.
Adik-adikku, kalian tentu sudah tahu kalau kalian harus belajar sungguh-sungguh. Itu nasihat klise maka aku tidak akan sampaikan itu. Di tengah perjalanan nanti, kalian mungkin akan lupa hal-hal besar yang diajarkan saat pertama kali masuk kampus. Dengan desakan tugas dan bahan bacaan yang menumpuk, kalian bahkan akan merasakan lebih banyak kekesalan, kelelahan dan kebosanan dibangdingkan rasa syukur. Berhentilan sejenak ketika hal itu tiba. Ingatlah ada ratusan juta teman kalian yang belum tentu bisa menikmati status mentereng sebagai mahasiswa.
Suatu ketika, kalian akan bertemu satu atau dua dosen yang kalian anggap tidak menyenangkan, yang lebih banyak mengerutkan dahi dan menyatukan alis kiri dan kanannya karena kesal dan tak puas. Nikmati dengan besar hati, padamkan rasa gentar dan singkirkan niat menyerah, mereka menunjukkan kepeduliannya dengan cara yang berbeda-beda. Percayalah, tidak satupun dari mereka yang tidak senang jika kalian berhasil dengan gemilang. Kerutan dahi dan bersatunya alis kiri dan kanan adalah wakil dari kekhawatiran mereka akan kegagalan kalian. Nikmatilah.
Kalian mungkin tahu, McKinsey&Company meramalkan bahwa Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi nomor tujuh dunia di tahun 2030. Kalian juga mungkin sudah membaca bahwa Price Waterhouse Cooper memperkirakan kita akan menduduki posisi nomor empat di dunia di tahun 2050. Kita memang belum sampai ke sana tapi benar atau tidaknya ramalan itu ada di tangan kita. Aku berharap akan bisa melihat Indonesia di tahun 2030 dan 2050 dalam keadaan sehat, dan akan tersenyum saat mengetahui bahwa kalian ikut ambil bagian dalam mewujudkan ramalan itu.
Kalian hidup di dunia yang terhubung dengan baik. ASEAN Economic Community (AEC) sudah hadir di depan mata kita. Saat kamu lulus nanti, seorang berkebangsaan Filipina bekerja di Singapura akan menelponmu yang tinggal di Kupang. Dia menawari sebuah proyek pemberdayaan masyarakat di sebuah desa di Vietnam bagian utara. Jika kamu tertarik, kamu harus membentuk tim yang terdiri dari orang Malaysia dan orang Thailand. Minggu depannya, kamu ditunggu di sebuah desa di Vietnam bagian utara untuk memulai koordinasi perdana. AEC itu niscaya dan itu adalah kesempatan. Kalau dulu kami hanya bisa membayangkan lowongan kerja di Jakarta, kini kamu bisa melamar kerja di Kuala Lumpur, Singapura, Manila, Yangon, Bangkok, Phnom Penh, Naypyidaw, Vientiane, dan Bandar Seri Begawan tanpa banyak kendala administarif. AEC adalah peluang, bukan ancaman.
Dalam komunitas ASEAN, kamu adalah pemain penting. Tidak lama lagi, akan ada pertemuan mahasiswa di Cebu atau Pattaya. Kamu akan duduk di depan memimpin sebuah rapat dan mengendalikan diskusi saat berbicara serius soal pemberdayaan masyarakat di desa-desa terkebelakang di Kamboja. Kamu akan dengan percaya diri menceritakan perjuanganmu ketika membantu puluhan penduduk di Desa Dalum, Talaud dalam mengelola air bersih. Kamu akan menjadi seorang play maker dalam rapat dengan kewibawaan dan kebijaksanaan karena kamu berilmu dan berpengalaman.
Meski banyak kesempatan di depan mata, jalanmu tidak akan mudah. Kamu akan mengalami masa-masa terpuruk. Nilaimu buruk, semangat nyaris lenyap, teman meninggalkan, pacar mengkhianati, dosen tidak bersahabat, kiriman uang tersendat, kecanduang game online, organisasi tidak kondusif dan banyak lagi. Kamu akan punya sejuta lebih alasan untuk berhenti dan menyerah. Aku mamahmi itu. Kamu adalah manusia biasa saja. Namun jika saja masih tersisa sedikit waktu untuk merenung, ingatlah bahwa orang pertama yang akan kecewa jika kamu berhenti adalah ibumu. Mungkin beliau ada di dunia atau di tempat lain, kamu tidak ingin mengecewakannya. Berhentilah sejenak lalu ambil keputusan tepat.
Adik-adikku, kalian akan menyaksikan ketidakadilan, kejahatan, kesewenang-wenangan di sekitar kalian dalam sekitar empat tahun perjalanan intelektual. Kalian akan menyaksikan ada pihak-pihak yang tertindas oleh mereka yang memegang kuasa. Di saat itulah kamu akan bertanya pada diri sendiri. Pilihan ada di tanganmu. Jika kamu mengingat status sebagai kaum intelektual elit di negeri ini, rasanya tak salah jika kamu tergerak untuk menyampaikan kebenaran, meskipun itu dalam bentuk perlawanan yang berisiko. Meski demikian, kamu tetap harus memilih cara perjuanganmu. Turun ke jalan adalah salah satu pilihan tetapi lihatlah juga jalan lainnya. Jika turun ke jalan itu hanya kamu gunakan untuk mengepalkan tangan ke atas dan berteriak bahwa ini salah dan itu keliru, rasanya kamu justru mengerdilkan dirimu sendiri.
Kaum intelektual semestinya tidak hadir dengan hujatan dan kepalan tangan saja, kalian semestinya hadir dengan gagasan yang dipikirkan dengan matang dan serius. Perlawanan kalian tidak hanya muncul dalam teriakan-teriakan retorika tapi juga didukung kuat oleh kajian-kajian akademik yang sepadan dengan kelihaian pelaku kejahatan. Kamu mungkin memilih untuk menjadi kaum kiri yang sarat perlawanan tetapi perlawananmu adalah perlawanan intelektual yang tetap membuatmu tersenyum bangga jika dikenang 35 tahun kemudian.
Adik-adikku, kalian mungkin termasuk orang-orang yang beruntung karena tidak terganggu tidurmu karena pembayaran uang kuliah yang tersendat. Ingatlah, di sekitarmu ada putra-putri dari kaum kusam negeri ini yang untuk makan sehari tiga kali saja sudah hebat. Sebagian dari kawanmu adalah penerima Beasiswa Bidik Misi dari pemerintah kita dan mereka mungkin memerlukan kepedulianmu suatu ketika. Lihatlah sekelilingmu dan posisikan tanganmu di atas jika waktu menghendaki. Jika kamu adalah penerima beasiswa itu, jika kamu adalah putra dari kaum kecil itu, maka bersyukurlah karena kamu adalah anak nobody yang akan menjadi somebody. Tidak lama lagi, ibumu akan hadir dengan pakaian sederhananya dan mencium tanah kampusmu dengan tangis haru ketika melihatmu mengenakan toga wisuda.
Jangan lupa, banyak dari dosenmu sudah menjadi dosen bahkan ketika papah mamahmu masih pacaran. Jurang generasi di antara kalian begitu lebar. Jangan terlalu mudah menuduh mereka kuno, kolot dan tidak gaul. Meskipun sebagian dari mereka terlihat begitu primitif di matamu saat ini, mereka juga gaul di masanya, seperti kamu yang gaul saat ini dan segera menjadi primitif di tahun 2037. Relakanlah waktu memahami mereka yang berbeda dan kuno di matamu dan berdoalah agar mereka juga memahami generasimu yang bagi mereka pastilah tidak sopan, lembek, bukan pejuang, dan manja. Jangan berkecil hati dan tetaplah tegar dan sabar, karena merekapun dituduh demikian 32 tahun yang lalu.
Adik-adikku, jika kalian pernah mengeluh bahwa bangsa ini ‘kalah’ dengan bangsa lain, sekarang lah saatnya untuk membantahnya. Jika kamu ingin Presiden kita tidak ‘kalah’ dengan presiden bangsa lain, pastikan bahwa kamu tidak ‘kalah’ dengan mahasiswa bangsa lain. Jika kamu ingin tentara kita garang dan sangar berhadapan dengan bangsa lain yang arogan, kalahkanlah mahasiswa Singapura di acara lomba ilmiah di Harvard University. Jika kamu ingin kota-kota kita sekeren dan secantik kota-kota negara maju lainnya, belajarlah lebih rajin dan lebih keras dibandingkan mahasiswa MIT di Amerika. Jika kamu merasa Youtuber luar negeri lebih cool dan keren dibandingkan Youtuber Indonesia, ambil kameramu, rekam warna-warni Indonesia dan pukau dunia digital dengan video-videomu.
Jika ada satu prestasi penting yang harus kamu capai selama menjadi mahasiswa, itu adalah kemampuan untuk berpikir dan berperilaku kritis, kreatif dan strategis. Setiap kali melihat persoalan, kamu akan sempatkan untuk merenung dan berpikir mendalam sebelum merespon karena kamu orang yang kritis. Kamu juga mampu menghadirkan pilihan-pilihan solusi karena menjadi kritis saja tidak cukup jika tidak mampu menghadirkan pilihan solusi. Itu tandanya kamu kreatif. Pada akhirnya, kamu memiliki kemampuan untuk memutuskan sebuah solusi terbaik dari berbagai pilihan yang ada. Itulah yang membuat kamu menyandang predikat strategis. Tiga hal inilah yang kelak menjadi bekalmu di masa depan. Dengan demikian, kamu bukanlah termasuk orang yang mudah emosi hanya gara-gara berita singkat belum terkonfirmasi yang beredar di media sosial.
Adik-adikku, ingatlah lagi, ujung barat dan timur negeri kita membentang jarak lebih dari 5000 kilometer. Itu artinya kita bahkan lebih lebar dari keseluruhan daratan utama Amerika Serikat. Di antara lebih dari 17.000 pulau di negeri kita, ada laut yang sangat luas. Luas sekali. Laut itu bukan pemisah tetapi penghubung pulau-pulau yang seperti serakan permadani di laut Nusantara. Ingatlah pula, di Indonesia ini kita punya 34 provinsi, 514 kabupaten/kota, lebih dari 80.000 desa/kelurahan dan sekitar 260 juta jiwa. Kita sedang menghadapi negara besar yang sangat kompleks. Maka jangan biarkan satu berita buruk di portal berita online mewakili imajinasimu tentang Indonesia.
Temani dirimu dengan buku-buku bermutu dan sembuhkan penyakit ‘pendangan sempit’ dengan menjelajah. Benar kata orang bijak, dunia itu seperti buku dan mereka yang tidak pernah bepergian hanya membaca sampulnya saja. Temukan dan kenali Indonesia kita agar kebijakan yang kamu buat di Ibukota di tahun 2047 nanti benar-benar mewadahi kepentingan bangsamu. Kenali Indonesia kita agar kamu tidak hanya sibuk megidolakan seni popular bangsa tetangga dan tak sempat menyadari kebijaksanaan yang terpancar dari seni budaya yang terserak dari Sabang sampai Merauke, dari Timor sampai ke Talaud.
Adik-adiku, pesan ini bisa bertambah panjang tetapi aku akan berhenti di sini. Konon, mau membaca panjang bukanlah sesuatu yang kalian banggakan di tahun 2017 ini. Terima kasih telah membantah tuduhan itu dan selamat datang di penggal terakhir pesan ini. Selamat berjuang!
I Made Andi Arsana [Dosen UGM]
Adik-adikku, selamat memasuki dunia baru. Dunia mahasiswa. Mungkin sudah ada yang menyampaikan berita klise ini bahwa kalian adalah satu dari hanya 2% penduduk Indonesia. Kalian adalah kaum elit yang terdidik dan tentu saja itu adalah keistimewaan.
Adik-adikku, kalian tentu sudah tahu kalau kalian harus belajar sungguh-sungguh. Itu nasihat klise maka aku tidak akan sampaikan itu. Di tengah perjalanan nanti, kalian mungkin akan lupa hal-hal besar yang diajarkan saat pertama kali masuk kampus. Dengan desakan tugas dan bahan bacaan yang menumpuk, kalian bahkan akan merasakan lebih banyak kekesalan, kelelahan dan kebosanan dibangdingkan rasa syukur. Berhentilan sejenak ketika hal itu tiba. Ingatlah ada ratusan juta teman kalian yang belum tentu bisa menikmati status mentereng sebagai mahasiswa.
Suatu ketika, kalian akan bertemu satu atau dua dosen yang kalian anggap tidak menyenangkan, yang lebih banyak mengerutkan dahi dan menyatukan alis kiri dan kanannya karena kesal dan tak puas. Nikmati dengan besar hati, padamkan rasa gentar dan singkirkan niat menyerah, mereka menunjukkan kepeduliannya dengan cara yang berbeda-beda. Percayalah, tidak satupun dari mereka yang tidak senang jika kalian berhasil dengan gemilang. Kerutan dahi dan bersatunya alis kiri dan kanan adalah wakil dari kekhawatiran mereka akan kegagalan kalian. Nikmatilah.
Kalian mungkin tahu, McKinsey&Company meramalkan bahwa Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi nomor tujuh dunia di tahun 2030. Kalian juga mungkin sudah membaca bahwa Price Waterhouse Cooper memperkirakan kita akan menduduki posisi nomor empat di dunia di tahun 2050. Kita memang belum sampai ke sana tapi benar atau tidaknya ramalan itu ada di tangan kita. Aku berharap akan bisa melihat Indonesia di tahun 2030 dan 2050 dalam keadaan sehat, dan akan tersenyum saat mengetahui bahwa kalian ikut ambil bagian dalam mewujudkan ramalan itu.
Kalian hidup di dunia yang terhubung dengan baik. ASEAN Economic Community (AEC) sudah hadir di depan mata kita. Saat kamu lulus nanti, seorang berkebangsaan Filipina bekerja di Singapura akan menelponmu yang tinggal di Kupang. Dia menawari sebuah proyek pemberdayaan masyarakat di sebuah desa di Vietnam bagian utara. Jika kamu tertarik, kamu harus membentuk tim yang terdiri dari orang Malaysia dan orang Thailand. Minggu depannya, kamu ditunggu di sebuah desa di Vietnam bagian utara untuk memulai koordinasi perdana. AEC itu niscaya dan itu adalah kesempatan. Kalau dulu kami hanya bisa membayangkan lowongan kerja di Jakarta, kini kamu bisa melamar kerja di Kuala Lumpur, Singapura, Manila, Yangon, Bangkok, Phnom Penh, Naypyidaw, Vientiane, dan Bandar Seri Begawan tanpa banyak kendala administarif. AEC adalah peluang, bukan ancaman.
Dalam komunitas ASEAN, kamu adalah pemain penting. Tidak lama lagi, akan ada pertemuan mahasiswa di Cebu atau Pattaya. Kamu akan duduk di depan memimpin sebuah rapat dan mengendalikan diskusi saat berbicara serius soal pemberdayaan masyarakat di desa-desa terkebelakang di Kamboja. Kamu akan dengan percaya diri menceritakan perjuanganmu ketika membantu puluhan penduduk di Desa Dalum, Talaud dalam mengelola air bersih. Kamu akan menjadi seorang play maker dalam rapat dengan kewibawaan dan kebijaksanaan karena kamu berilmu dan berpengalaman.
Meski banyak kesempatan di depan mata, jalanmu tidak akan mudah. Kamu akan mengalami masa-masa terpuruk. Nilaimu buruk, semangat nyaris lenyap, teman meninggalkan, pacar mengkhianati, dosen tidak bersahabat, kiriman uang tersendat, kecanduang game online, organisasi tidak kondusif dan banyak lagi. Kamu akan punya sejuta lebih alasan untuk berhenti dan menyerah. Aku mamahmi itu. Kamu adalah manusia biasa saja. Namun jika saja masih tersisa sedikit waktu untuk merenung, ingatlah bahwa orang pertama yang akan kecewa jika kamu berhenti adalah ibumu. Mungkin beliau ada di dunia atau di tempat lain, kamu tidak ingin mengecewakannya. Berhentilah sejenak lalu ambil keputusan tepat.
Adik-adikku, kalian akan menyaksikan ketidakadilan, kejahatan, kesewenang-wenangan di sekitar kalian dalam sekitar empat tahun perjalanan intelektual. Kalian akan menyaksikan ada pihak-pihak yang tertindas oleh mereka yang memegang kuasa. Di saat itulah kamu akan bertanya pada diri sendiri. Pilihan ada di tanganmu. Jika kamu mengingat status sebagai kaum intelektual elit di negeri ini, rasanya tak salah jika kamu tergerak untuk menyampaikan kebenaran, meskipun itu dalam bentuk perlawanan yang berisiko. Meski demikian, kamu tetap harus memilih cara perjuanganmu. Turun ke jalan adalah salah satu pilihan tetapi lihatlah juga jalan lainnya. Jika turun ke jalan itu hanya kamu gunakan untuk mengepalkan tangan ke atas dan berteriak bahwa ini salah dan itu keliru, rasanya kamu justru mengerdilkan dirimu sendiri.
Kaum intelektual semestinya tidak hadir dengan hujatan dan kepalan tangan saja, kalian semestinya hadir dengan gagasan yang dipikirkan dengan matang dan serius. Perlawanan kalian tidak hanya muncul dalam teriakan-teriakan retorika tapi juga didukung kuat oleh kajian-kajian akademik yang sepadan dengan kelihaian pelaku kejahatan. Kamu mungkin memilih untuk menjadi kaum kiri yang sarat perlawanan tetapi perlawananmu adalah perlawanan intelektual yang tetap membuatmu tersenyum bangga jika dikenang 35 tahun kemudian.
Adik-adikku, kalian mungkin termasuk orang-orang yang beruntung karena tidak terganggu tidurmu karena pembayaran uang kuliah yang tersendat. Ingatlah, di sekitarmu ada putra-putri dari kaum kusam negeri ini yang untuk makan sehari tiga kali saja sudah hebat. Sebagian dari kawanmu adalah penerima Beasiswa Bidik Misi dari pemerintah kita dan mereka mungkin memerlukan kepedulianmu suatu ketika. Lihatlah sekelilingmu dan posisikan tanganmu di atas jika waktu menghendaki. Jika kamu adalah penerima beasiswa itu, jika kamu adalah putra dari kaum kecil itu, maka bersyukurlah karena kamu adalah anak nobody yang akan menjadi somebody. Tidak lama lagi, ibumu akan hadir dengan pakaian sederhananya dan mencium tanah kampusmu dengan tangis haru ketika melihatmu mengenakan toga wisuda.
Jangan lupa, banyak dari dosenmu sudah menjadi dosen bahkan ketika papah mamahmu masih pacaran. Jurang generasi di antara kalian begitu lebar. Jangan terlalu mudah menuduh mereka kuno, kolot dan tidak gaul. Meskipun sebagian dari mereka terlihat begitu primitif di matamu saat ini, mereka juga gaul di masanya, seperti kamu yang gaul saat ini dan segera menjadi primitif di tahun 2037. Relakanlah waktu memahami mereka yang berbeda dan kuno di matamu dan berdoalah agar mereka juga memahami generasimu yang bagi mereka pastilah tidak sopan, lembek, bukan pejuang, dan manja. Jangan berkecil hati dan tetaplah tegar dan sabar, karena merekapun dituduh demikian 32 tahun yang lalu.
Adik-adikku, jika kalian pernah mengeluh bahwa bangsa ini ‘kalah’ dengan bangsa lain, sekarang lah saatnya untuk membantahnya. Jika kamu ingin Presiden kita tidak ‘kalah’ dengan presiden bangsa lain, pastikan bahwa kamu tidak ‘kalah’ dengan mahasiswa bangsa lain. Jika kamu ingin tentara kita garang dan sangar berhadapan dengan bangsa lain yang arogan, kalahkanlah mahasiswa Singapura di acara lomba ilmiah di Harvard University. Jika kamu ingin kota-kota kita sekeren dan secantik kota-kota negara maju lainnya, belajarlah lebih rajin dan lebih keras dibandingkan mahasiswa MIT di Amerika. Jika kamu merasa Youtuber luar negeri lebih cool dan keren dibandingkan Youtuber Indonesia, ambil kameramu, rekam warna-warni Indonesia dan pukau dunia digital dengan video-videomu.
Jika ada satu prestasi penting yang harus kamu capai selama menjadi mahasiswa, itu adalah kemampuan untuk berpikir dan berperilaku kritis, kreatif dan strategis. Setiap kali melihat persoalan, kamu akan sempatkan untuk merenung dan berpikir mendalam sebelum merespon karena kamu orang yang kritis. Kamu juga mampu menghadirkan pilihan-pilihan solusi karena menjadi kritis saja tidak cukup jika tidak mampu menghadirkan pilihan solusi. Itu tandanya kamu kreatif. Pada akhirnya, kamu memiliki kemampuan untuk memutuskan sebuah solusi terbaik dari berbagai pilihan yang ada. Itulah yang membuat kamu menyandang predikat strategis. Tiga hal inilah yang kelak menjadi bekalmu di masa depan. Dengan demikian, kamu bukanlah termasuk orang yang mudah emosi hanya gara-gara berita singkat belum terkonfirmasi yang beredar di media sosial.
Adik-adikku, ingatlah lagi, ujung barat dan timur negeri kita membentang jarak lebih dari 5000 kilometer. Itu artinya kita bahkan lebih lebar dari keseluruhan daratan utama Amerika Serikat. Di antara lebih dari 17.000 pulau di negeri kita, ada laut yang sangat luas. Luas sekali. Laut itu bukan pemisah tetapi penghubung pulau-pulau yang seperti serakan permadani di laut Nusantara. Ingatlah pula, di Indonesia ini kita punya 34 provinsi, 514 kabupaten/kota, lebih dari 80.000 desa/kelurahan dan sekitar 260 juta jiwa. Kita sedang menghadapi negara besar yang sangat kompleks. Maka jangan biarkan satu berita buruk di portal berita online mewakili imajinasimu tentang Indonesia.
Temani dirimu dengan buku-buku bermutu dan sembuhkan penyakit ‘pendangan sempit’ dengan menjelajah. Benar kata orang bijak, dunia itu seperti buku dan mereka yang tidak pernah bepergian hanya membaca sampulnya saja. Temukan dan kenali Indonesia kita agar kebijakan yang kamu buat di Ibukota di tahun 2047 nanti benar-benar mewadahi kepentingan bangsamu. Kenali Indonesia kita agar kamu tidak hanya sibuk megidolakan seni popular bangsa tetangga dan tak sempat menyadari kebijaksanaan yang terpancar dari seni budaya yang terserak dari Sabang sampai Merauke, dari Timor sampai ke Talaud.
Adik-adiku, pesan ini bisa bertambah panjang tetapi aku akan berhenti di sini. Konon, mau membaca panjang bukanlah sesuatu yang kalian banggakan di tahun 2017 ini. Terima kasih telah membantah tuduhan itu dan selamat datang di penggal terakhir pesan ini. Selamat berjuang!
I Made Andi Arsana [Dosen UGM]
Komentar
Posting Komentar